Indo Defence Expo 2022 yang diikuti 158 industri pertahanan dalam negeri dan 747 industri pertahanan luar negeri dari 59 negara, resmi berakhir, Sabtu, 5 November. Pameran industri pertahanan terbesar se-Asia Tenggara atas inisiasi Kementerian Pertahanan (Kemhan) tersebut terasa spesial karena diselenggarakan di tengah ketegangan geopolitik global maupun regional. Misal, konfrontasi militer Rusia-Ukraina di belahan bumi Eropa Timur, mungkin akan menjadi perang panjang. Dampaknya sistemik pada hampir semua sektor, terutama ekonomi, pangan, energi dan keamanan global.
Gelaran Indo Defence tahun ini juga spesial menyusul semakin tajamnya rivalitas Amerika Serikat Vs China bersama aliansinya melalui pengerahan alutsista tempur darat, laut dan udara yang canggih dengan menjadikan Taiwan sebagai hotspot (titik panas). Indo Defence Expo merupakan bagian dari manifestasi kesadaran dan kewaspadaan Menteri Pertahanan Prabowo Subianto atas dinamika lingkungan strategis (lingstra) atas segala potensi ancaman yang dihadapi Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), khususnya pada bidang militer yang semakin kompleks dan pelik. Sehingga membutuhkan respons cepat, strategis, taktis, adaptif, dan kolaboratif. Artinya, transformasi industri pertahanan untuk menjaga kedaulatan NKRI merupakan keniscayaan.
Prabowo nampaknya menyadari betul bahwa gesekan geopolitik di Eropa Timur dan Indo-Pasifik cepat atau lambat bisa mempengaruhi kondisi pertahanan dan keamanan NKRI. Terlebih Indo-Pasifik yang sangat potensial menjadi medan tempur dua kekuatan besar AS vs China. Indikator-indikator ‘pengantar’ perang militer semakin aktual melalui pengerahan alutsista hingga provokasi militer. Teranyar adalah provokasi militer Korea Utara dengan menembakan rudal balistik di kawasan semenanjung Korea dekat Korea Selatan dan Jepang yang tentunya akan memancacing reaksi AS dan sekutunya. Kawasan Indo-Pasifik memang menjadi urat nadi jalur pelayaran paling penting dunia dan paling dinamis sehingga arena perebitan pengaruh negara-negara adi kuasa.
Dinamika spektrum ancaman tersebut tentunya menuntut ketersediaan kekuatan pertahanan yang unggul dan canggih untuk menjaga kedaulatan, keutuhan wilayah NKRI dan melindungi segenap bangsa sebagaimana amanat Pembukaan UUD 1945. Di sisi lain, perubahan tren dan model peperangan yang semakin padat teknologi canggih juga menuntut Indonesia untuk meningkatkan kesiapsiagaan dengan membangun kekuatan pertahanan yang memiliki daya gentar bagi pihak lawan. Sepertinya ini yang menjadi konsern Kementerian Pertahanan dalam Indo Defence 2022. Ini juga menjadi momentum investasi jangka panjang pada bidang pertahanan secara berkelanjutan (pada sektor teknologi dan sumber daya manusia), sekaligus menjadi pemantik para pelaku industri pertahanan dalam negeri untuk mengembangkan kemampuan dalam bidang pertahanan.
Setidaknya ada tiga peluang besar yang hendak Menhan Prabowo bidik melalui momentum Indo Defence 2022. Pertama, pemantapan transfer teknologi alutsista pertahanan, terutama berbasis artificial intelligence (AI) yang adaptif dengan perang modern atau perang generasi kelima. Indonesia juga ingin lebih memperdalam kerja sama pertahanan sehingga betul-betul bermanfaat bagi kemajuan industri pertahanan dalam negeri untuk mewujudkan transformasi alutsista pertahanan. Sehingga Indonesia mampu menjadi pemasok komponen alat bagi industri pertahanan global, tidak sekedar menjadi user dan pengimpor atas produk-produk industri pertahanan.
Wujud nyata dari keseriusan Indonesia dalam transformasi industri pertahanan adalah ditandatanganinya kontrak antara Kemhan dengan BUMN dan swasta. Di antaranya adalah penandatanganan kontrak alutsista untuk tiga matra (AD, AU dan AL), termasuk ditandatanganinya kesepakatan kerja sama pengembangan bahan baku Propelan oleh dua BUMN sebagai komitmen Kemhan untuk mengembangkan industri dalam negeri, khususnya industri hulu guna mengurangi ketergantungan impor bahan baku dari luar negeri.
Kedua, meningkatkan intensitas diplomasi pertahanan secara langsung dan konkret terhadap negara yang terlibat dalam ajang expo tersebut. Hasilnya sejumlah negara, termasuk Turki, Uni Emirat Arab menyepakati kerja sama di bidang industri pertahanan. Pemantapan kerja sama pada industri pertahanan tersebut tentunya akan terus mendorong ketersediaan alutsista TNI berdasarkan kebijakan Minimum Essential Force (MEF) terus berprogres. Secara keseluruhan capaian Alutsista berdasarkan MEF III pada 2021 telah mencapai 62,31%. Rincian capaian MEF pada TNI AD mencapai 76,23%, TNI AL 59,69% dan TNI AU 51,01%. Progresi transformasi Alutsista melalui kebijakan MEF juga turut mengkatrol posisi Indonesia pada Globalfire Power pada posisi 15 dari 142 negara atau naik satu peringkat dari pengukuran sebelumnya.
Ketiga adalah, momentum Indo Defence 2022 tidak lepas dari rangkaian perhelatan G20 di Bali di mana Indonesia terus membangun upaya damai konflik militer di Eropa Timur. Senapas dengan itu, Indo Defence juga merupakan manifestasi dari kebijakan politik luar negeri bebas aktif, yakni bebas menjalin kerja sama militer dengan siapapun yang sejalan dengan kepentingan nasional, serta tetap aktif membangun upaya damai di tengah ketegangan geopoltik global dengan terus berupaya menengahi dua negara yg saat ini masih bertika: Rusia dan Ukraina.
Alhasil, misi Menhan Prabowo pada gelaran Indo Exspo 2022 dibangun melalui dua paradigma, yakni inward looking (melihat ke dalam) dengan membangun industri pertahanan dalam negeri yang kuat, maju dan mandiri. Kedua adalah outward looking (melihat ke luar) dengan menggandeng negara lain melalui berkomitmen terbuka dalam menjalin hubungan bidang pertahanan, diplomasi pertahanan, serta memperkuat industri pertahanan. Sejalan dengan hal tersebut, maka tidak heran jika gelaran Indo Defence 2022 mengangkat tema Peace, Prosperity, Strong.